Mari Kita Mulai

Sabtu, 20 Februari 2010

Tentang pendidikan di SD dan SMP

Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar Sains terhadap Motivasi Belajar Siswa
Abstract
I. Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah ini. Jika motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan, maka dapat diharapkan bahwa prestasi belajar siswa juga akan meningkat.
Strategi meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi masalah tersendiri bagi para guru karena terdapat banyak faktor – baik internal maupun eksternal – yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Guru menerapkan prinsip-prinsip motivasi belajar siswa dalam desain pembelajaran, yaitu ketika memilih strategi dan metode pembelajaran. Pemilihan strategi dan metode tertentu ini akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa.
Upaya meningkatkan motivasi belajar inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga dalam paper ini akan dilakukan studi mengenai pengaruh metode pembelajaran inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih umum, meningkatnya motivasi belajar siswa juga akan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Penyelesaian masalah yang akan dikaji dalam paper ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebagai catatan, penyebutan metode inquiry dalam keseluruhan paper ini mengacu kepada metode inquiry dalam pembelajaran bidang Sains.
Perumusan Masalah
Dalam paper ini, masalah utama yang dicoba dipecahkan adalah apakah terdapat pengaruh metode belajar inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa?
II. Deskripsi Teoretik
A. Metode Belajar Inquiry
Salah satu metode pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).
Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” Sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).
Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains dan Matematika (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.
Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).
Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.
Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.
Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.
Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.
Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.
B. Teori – teori Motivasi
Motivasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan apa yang memberikan energi bagi seseorang dan apa yang memberikan arah bagi aktivitasnya. Motivasi kadang-kadang dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil. Energi dan arah inilah yang menjadi inti dari konsep tentang motivasi. Motivasi merupakan sebuah konsep yang luas (diffuse), dan seringkali dikaitkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi energi dan arah aktivitas manusia, misalnya minat (interest), kebutuhan (need), nilai (value), sikap (attitude), aspirasi, dan insentif (Gage & Berliner, 1984).
Dengan pengertian istilah motivasi seperti tersebut di atas, kita dapat mendefinisikan motivasi belajar siswa, yaitu apa yang memberikan energi untuk belajar bagi siswa dan apa yang memberikan arah bagi aktivitas belajar siswa.
Secara umum, teori-teori tentang motivasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandangnya, yaitu behavioral, cognitive, psychoanalytic, humanistic, social learning, dan social cognition.
1. Teori-teori Behavioral
Robert M. Yerkes dan J.D. Dodson, pada tahun 1908 menyampaikan Optimal Arousal Theory atau teori tentang tingkat motivasi optimal, yang menggambarkan hubungan empiris antara rangsangan (arousal) dan kinerja (performance). Teori ini menyatakan bahwa kinerja meningkat sesuai dengan rangsangan tetapi hanya sampai pada titik tertentu; ketika tingkat rangsangan menjadi terlalu tinggi, kinerja justru menurun, sehingga disimpulkan terdapat rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu (Yerkes & Dodson, 1908).
Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan Drive Reduction Theory yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang muncul mungkin bermacam-macam bentuknya (Budiningsih, 2005). Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:
Behaviour = Drive × Habit
Karena hubungan dalam persamaan tersebut berbentuk perkalian, maka ketika drive = 0, makhluk hidup tidak akan bereaksi sama sekali, walaupun habit yang diberikan sangat kuat dan jelas (Berliner & Calfee, 1996).
Pada periode 1935 – 1960, Kurt Lewin mengajukan Field Theory yang dipengaruhi oleh prinsip dasar psikologi Gestalt. Lewin menyatakan bahwa perilaku ditentukan baik oleh person (P) maupun oleh environment (E):
Behaviour = f(P, E)
Menurut Lewin, besar gaya motivasional pada seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan lingkungannya ditentukan oleh tiga faktor: tension (t) atau besar kecilnya kebutuhan, valensi (G ) atau sifat objek tujuan, dan jarak psikologis orang tersebut dari tujuan (e).
Force = f(t, G)/e
Dalam persamaan Lewin di atas, jarak psikologis berbanding terbalik dengan besar gaya (motivasi), sehingga semakin dekat seseorang dengan tujuannya, semakin besar gaya motivasinya. Sebagai contoh, seorang pelari yang sudah kelelahan melakukan sprint ketika ia melihat atau mendekati garis finish. Teori Lewin memandang motivasi sebagai tension yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya dari jarak psikologis yang bervariasi (Berliner & Calfee, 1996).
2. Teori-teori Cognitive
Pada tahun 1957 Leon Festinger mengajukan Cognitive Dissonance Theory yang menyatakan jika terdapat ketidakcocokan antara dua keyakinan, dua tindakan, atau antara keyakinan dan tindakan, maka kita akan bereaksi untuk menyelesaikan konflik dan ketidakcocokan ini. Implikasi dari hal ini adalah bahwa jika kita dapat menciptakan ketidakcocokan dalam jumlah tertentu, ini akan menyebabkan seseorang mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya, dan selanjutnya mengubah lebih jauh perilakunya (Huitt, 2001).
Teori kedua yang termasuk dalam teori-teori cognitive adalah Atribution Theory yang dikemukakan oleh Fritz Heider (1958), Harold Kelley (1967, 1971), dan Bernard Weiner (1985, 1986). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu mencoba menjelaskan kesuksesan atau kegagalan diri sendiri atau orang lain dengan cara menawarkan attribut-atribut tertentu. Atribut ini dapat bersifat internal maupun eksternal dan terkontrol maupun yang tidak terkontrol seperti tampak pada diagram berikut.
Internal
Eksternal
Tidak terkontrol
Kemampuan (ability)
Keberuntungan (luck)
Terkontrol
Usaha (effort)
Tingkat kesulitan tugas
Dalam sebuah pembelajaran, sangat penting untuk membantu siswa mengembangkan atribut-diri usaha (internal, terkontrol). Jika siswa memiliki atribut kemampuan (internal, tak terkontrol), maka begitu siswa mengalami kesulitan dalam belajar, siswa akan menunjukkan perilaku belajar yang melemah (Huitt, 2001).
Pada tahun 1964, Vroom mengajukan Expectancy Theory yang secara matematis dituliskan dalam persamaan: Motivation = Perasaan berpeluang sukses (expectancy) × Hubungan antara sukses dan reward (instrumentality) × Nilai dari tujuan (Value)
Karena dalam rumus ini yang digunakan adalah perkalian dari tiga variabel, maka jika salah satu variabel rendah, motivasi juga akan rendah. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut harus selalu ada supaya terdapat motivasi. Dengan kata lain, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dalam aktivitas belajar.
3. Teori-teori Psychoanalytic
Salah satu teori yang sangat terkenal dalam kelompok teori ini adalah Psychoanalytic Theory (Psychosexual Theory) yang dikemukakan oleh Freud (1856 – 1939) yang menyatakan bahwa semua tindakan atau perilaku merupakan hasil dari naluri (instinct) biologis internal yang terdiri dari dua kategori, yaitu hidup (sexual) dan mati (aggression). Erik Erikson yang merupakan murid Freud yang menentang pendapat Freud, menyatakan dalam Theory of Socioemotional Development (atau Psychosocial Theory) bahwa yang paling mendorong perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial (Huitt, 1997).
4. Teori-teori Humanistic
Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistic ini adalah Theory of Human Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow mengemukakan gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus dipenuhi lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence. Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).
Teori Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor yang mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of Motivation), misalnya seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995). Menurut model ini, terdapat 5 faktor yang merupakan sumber motivasi, yaitu 1)instrumental motivation (reward dan punishment), 2)Intrinsic Process Motivation (kegembiraan, senang, kenikmatan), 3)Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4)Internal Self-Concept yang didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-Concept yang didasarkan pada motivasi (Leonard, et.al, 1995).
5. Teori-teori Social Learning
Social Learning Theory (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).
6. Teori Social Cognition
Tokoh dari Social Cognition Theory adalah Albert Bandura. Melalui berbagai eksperimen Bandura dapat menunjukkan bahwa penerapan konsekuensi tidak diperlukan agar pembelajaran terjadi. Pembelajaran dapat terjadi melalui proses sederhana dengan mengamati aktivitas orang lain. Bandura menyimpulkan penemuannya dalam pola 4 langkah yang mengkombinasikan pandangan kognitif dan pandangan belajar operan, yaitu 1)Attention, memperhatikan dari lingkungan, 2)Retention, mengingat apa yang pernah dilihat atau diperoleh, 3)Reproduction, melakukan sesuatu dengan cara meniru dari apa yang dilihat, 4)Motivation, lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku yang akan muncul lagi (reinforcement and punishment) (Huitt, 2004).
C. Teori Curiosity Berlyne
Pada tahun 1960 Berlyne mengemukakan sebuah Teori tentang Curiosity atau rasa ingin tahu. Menurut Berlyne, ketidakpastian muncul ketika kita mengalami sesuatu yang baru, mengejutkan, tidak layak, atau kompleks. Ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem syaraf pusat kita. Respon manusia ketika menghadapi suatu ketidakpastian inilah yang disebut dengan curiosity atau rasa ingin tahu. Curiosity akan mengarahkan manusia kepada perilaku yang berusaha mengurangi ketidakpastian (Gagne, 1985).
Dalam pembelajaran Sains, ketika guru melakukan demonstrasi suatu eksperimen yang memberikan hasil yang tidak terduga, hal ini akan menimbulkan konflik konseptual dalam diri siswa, dan ini akan memotivasi siswa untuk mengerti mengapa hasil eksperimen tersebut berbeda dengan apa yang dipikirkannya. Dengan demikian, keadaan ketidakpastian yang diciptakan oleh guru telah menimbulkan curiosity siswa, dan siswa akan termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam dirinya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa curiosity merupakan hal penting dalam meningkatkan motivasi. Sejarah juga membuktikan bahwa curiosity memiliki banyak peran dalam kehidupan para penemu (inventor), ilmuwan, artis, dan orang-orang yang kreatif.
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan curiosity siswa adalah inquiry teaching. Dalam metode ini, siswa lebih banyak ditanya daripada diberikan jawaban. Dengan mengajukan pertanyaan, bukan hanya pernyataan-pernyataan, curiosity siswa akan meningkat karena siswa mengalami ketidakpastian terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut (Gagne, 1985).
D. Hipotesis
Berdasarkan paparan teori-teori di atas, dapat diambil suatu hipotesis bahwa terdapat kaitan yang erat antara peningkatan motivasi belajar siswa terhadap penerapan metode inquiry dalam pembelajaran Sains.
III. Diskusi
Seperti yang telah diteliti oleh Haury (Haury, 1993), salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari metode inquiry adalah munculnya sikap keilmiahan siswa, misalnya sikap objektif, rasa ingin tahu yang tinggi, dan berpikir kritis, Jika metode inquiry dapat mempengaruhi sikap keilmiahan siswa, maka muncul pertanyaan apakah metode ini juga dapat mempengaruhi motivasi belajar dalam diri siswa? Sesuai dengan teori curiosity Berlyne, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan memberikan motivasi bagi siswa tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya; yang tidak lain adalah motivasi untuk belajar. Dengan sikap keilmiahan yang baik, konsep-konsep dalam Sains lebih mudah dipahami oleh siswa. Begitu juga, dengan motivasi belajar yang tinggi, kegiatan pembelajaran Sains juga menjadi lebih mudah mencapai tujuannya, yaitu pemahaman konsep-konsep Sains. Jadi, tampaknya ada hubungan yang kuat antara motivasi belajar dengan sikap keilmiahan yang terbentuk sebagai akibat dari penerapan metode inquiry.
Rasa ingin tahu yang tinggi dapat dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya kebutuhan untuk mengetahui dan kebutuhan untuk memahami. Oleh karena itu, metode inquiry yang biasa diterapkan dalam pembelajaran Sains secara tidak langsung sebenarnya mencoba memenuhi salah satu kebutuhan manusia tersebut.
Seperti yang telah diuraikan dalam deskripsi teoretik di depan, komponen pertama dalam metode inquiry adalah question atau pertanyaan. Dalam pandangan teori-teori motivasi behavioral, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat diartikan sebagai rangsangan (arousal) atau dorongan (drive). Adanya rangsangan dan dorongan ini menyebabkan siswa termotivasi untuk meresponnya melalui kegiatan ilmiah, yaitu mencari jawaban dari pertanyaan. Kegiatan ilmiah yang dilakukan, sesuai teori Hull tidak lain adalah upaya untuk mengurangi dorongan atau drive.
Yang perlu diperhatikan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa adalah bahwa ada rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu sesuai dengan Optimal Arousal Theory. Sebab, jika rangsangan yang diberikan terlalu tinggi, maka motivasi siswa justru dapat turun kembali. Harus juga dipertimbangkan apa yang oleh Field Theory disebut sebagai jarak psikologis ke suatu tujuan; dalam memberikan pertanyaan, sebaiknya “jarak” antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan jawaban yang diharapkan tidak terlalu jauh, supaya motivasi untuk menjawab pertanyaan tersebut besar karena jarak psikologis tersebut berbanding terbalik dengan motivasi.
Dalam pandangan teori-teori motivasi Cognitive, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry sama artinya dengan menciptakan ketidakcocokan (konflik) antara apa yang dipikirkan oleh siswa dengan apa yang seharusnya menjadi jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Cognitive Dissonance Theory menyiratkan bahwa jika guru dapat menciptakan konflik-konflik tersebut, maka siswa akan berusaha (termotivasi) untuk mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya.
Sementara menurut Expectation Theory, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dan termotivasi dalam aktivitas belajar. Oleh karena itu, jika metode inquiry diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa memiliki batasan-batasan tertentu, misalnya siswa harus merasa dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang disyaratkan dalam metode pembelajaran Inquiry, yang oleh Garton disebut sebagai pertanyaan essential, antara lain harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut (Garton, 2005).
dapat ditanyakan berulang-ulang
menunjukkan kepada siswa hubungan antara beberapa konsep dalam sebuah subjek
muncul dari usaha untuk belajar lebih jauh mengenai kehidupan, berupa pertanyaan umum dan membuka pertanyaan-pertanyaan lebih jauh
menuntun pada konsep utama subjek tertentu, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita mengetahuinya atau mengapa
memberikan stimulus dan menumbuhkan minat untuk menyelidiki; melibatkan siswa dan menimbulkan curiosity
melibatkan level berpikir yang lebih tinggi
tidak dapat langsung dijawab
tidak dapat dijawab hanya dengan satu kalimat
Contoh pertanyaan essential antara lain:
“Apa yang menyebabkan sebuah zat disebut zat padat, zat cair, atau gas?”
“Darimana datangnya ayam dan bagaimana cara kerja telur ayam sehingga bisa menjadi ayam?”
“Mengapa bentuk bulan berubah-ubah?”
Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa bersama-sama mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain, yang oleh Garton disebut pertanyaan unit, untuk menjawab pertanyaan essential. Ciri pertanyaan unit antara lain:
menanyakan konsep-konsep apa saja yang terdapat dalam subjek pertanyaan essential
membantu siswa menjawab pertanyaan essential secara lebih spesifik
Contoh pertanyaan unit antara lain:
Apa saja contoh zat padat, zat cair, dan gas?
Apakah ciri-ciri zat padat, zat cair, dan gas?
Komponen kedua dan ketiga dalam metode inquiry adalah student engangement (keterlibatan) dan cooperative interaction (interaksi kerjasama). Kedua hal ini akan dibahas bersamaan karena memiliki kedekatan. Keterlibatan siswa dan interaksi kerjasama dapat ditinjau berdasarkan teori-teori motivasi Psychoanalitic, Humanistic, dan Social Cognition.
Dalam pandangan Theory of Socioemotional Development, yang paling mendorong atau memotivasi perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial. Dalam pembelajaran dengan metode inquiry, ketika siswa merasa dilibatkan oleh guru (lingkungan) dalam proses menjawab pertanyaan-pertanyaan dan melakukan interaksi dengan sesama siswa melalui kerja kelompok, maka perilaku dan kepribadiannya berubah ke arah yang lebih baik, yaitu ikut aktif terlibat dalam kegiatan dan mau bekerjasama. Supaya keterlibatan dan kerjasamanya dapat diterima oleh lingkungan, maka ia harus menyiapkan diri sebaik mungkin, misalnya dengan membaca banyak buku teks. Artinya, motivasi belajar siswa meningkat.
Dalam pandangan teori Maslow, manusia memiliki kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kesempatan siswa untuk terlibat dan bekerjasama dalam sebuah pembelajaran dengan metode inquiry dapat dikatakan sebagai kesempatan untuk memenuhi dua kebutuhan – penghargaan dan aktualisasi diri – tersebut. Dengan demikian, metode inquiry memberikan ruang bagi siswa untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga siswa pun akan memiliki motivasi yang tinggi, tentu saja motivasi dalam belajar.
Keterlibatan dan interaksi kerjasama dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry juga dapat ditinjau berdasarkan teori Social Cognition, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi antara lain melalui attention dan motivation. Attention, artinya siswa memperhatikan lingkungan melalui keterlibatannya. Motivation, artinya lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku. Contoh konsekuensi adalah dianggap tidak aktif terlibat dan tidak dapat bekerjasama. Untuk menghindari konsekuensi ini, siswa termotivasi untuk belajar sehingga konsekuensi yang diperoleh adalah konsekuensi yang positif.
Komponen keempat dalam metode inquiry adalah performance evaluation. Performance evaluation dapat ditinjau dari Expectation Theory yang menyatakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari expectation, reward, dan nilai. Dalam performance evaluation, siswa akan berusaha sebaik-baiknya dengan expectancy mendapatkan reward (misalnya nilai yang baik). Dengan demikian, sesuai teori ini motivasi siswa akan meningkat karena metode inquiri mengandung performance evaluation. Hal sebaliknya dapat dinyatakan bahwa motivasi siswa akan rendah dalam suatu pembelajaran yang tidak memasukkan unsur performance evaluation di dalamnya.
Mirip dengan Expectation Theory, Social Learning Theory juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah expectation dan nilai reinforcement. Dengan demikian, melalui performance evaluation ini motivasi siswa akan meningkat karena expectation siswa yang tinggi.
Berdasarkan teori Maslow, dalam performance evaluation siswa diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Artinya, adanya kesempatan ini menyebabkan motivasi siswa meningkat agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Komponen kelima dalam metode inquiry adalah Variety of Resources. Komponen ini dapat dikaitkan dengan teory Curiosity Berlyne yang menyimpulkan bahwa curiosity meningkatkan motivasi belajar siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru menimpulkan ketidakpastian atau konflik konseptual dalam diri siswa. Konflik konseptual ini akan menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dalam diri siswa. Untuk menjawab rasa ingin tahunya, siswa harus memiliki banyak pengetahuan, yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber belajar. Artinya, dalam metode inquiry sebenarnya guru menciptakan curiosity siswa, yang meningkatkan motivasi belajarnya, dan guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut melalui berbagai macam sumber belajar. Tentu saja, peranan guru sangat penting dalam memilihkan sumber belajar yang tepat agar siswa tidak terlalu lama dalam keadaan “belum menemukan jawaban”, karena hal ini dapat menurunkan kembali motivasinya.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran kelima komponen dalam metode inquiry di atas ditinjau dari berbagai teori tentang motivasi dan curiosity terlihat bahwa metode inquiry memberikan kesempatan meningkatnya motivasi belajar siswa. Memberikan kesempatan dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian, masih terdapat batasan-batasan. Misalnya, jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa terlalu sulit (jarak psikologisnya jauh), tidak memberikan rangsangan dan curiosity yang tinggi, maka peningkatan motivasi belajar juga sulit diharapkan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dari metode inquiry terhadap motivasi belajar siswa.
untuk lebih lengkap unduh di http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FSekolah_dasar&ei=teSAS8CPFtGwrAf9n62bBw&usg=AFQjCNG1wofZOwUBEmkBwjDEiTcEVdi_JA&sig2=y559BRD8bga_192BUuIj7w

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=2&ved=0CAoQFjAB&url=http%3A%2F%2Fsltp.net%2F&ei=teSAS8CPFtGwrAf9n62bBw&usg=AFQjCNF4jndJ732r1ude7pfF-JhbzMq7gg&sig2=9Mp6wJCbjYC7As4sqiVJNw
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=3&ved=0CA0QFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.delidn.ec.europa.eu%2Fen%2Fspecial%2Fbluebook%2FBB07-ID4.pdf&ei=teSAS8CPFtGwrAf9n62bBw&usg=AFQjCNHzxkRGY115TegJBg5IBMH507wrrA&sig2=jpvx5qxfWV-xnpMTmEH8lg

apa aja boleh


Senin, 15 Februari 2010

makalahku

KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari Anda demi perbaikan selanjutnya.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada : Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu didalam proses penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan penulisannya yang salah, kami memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang budiman.



Citeureup, November 2009











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 3
A. Latar belakang ……………………………………………………. 3
B. Awali dengan Tujuan Evaluasi …………………………………... 3
BAB II ANALISIS DATA DALAM EVALUASI PENDIDIKAN……… 4
A. Tabulasi Data…………………………………………………….. 4
B. Pengolahan Data …………………………………………………. 6
C. Pengolahan Data dengan Komputer ……………………………… 12
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 14











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan evaluasi program adalah berupaya mencari rekomendasi. Rekomendasi ini didapatkan dari hasil telaah analisis data yang didapatkan dari lapangan. Dalam proses analisis, kita melakukan beberapa perlakuan atas data yang didapat, perlakuan ini disebut pengolahan. Pengolahan data merupakan faktor yang sangad menentukan kualitas hasil olahannya. Mengolah data adalah suatu proses mengubah wujud data yang diperoleh, biasanya masih termuat di dalam instrument atau catatan – catatan yang dibuat peneliti (evaluator), menjadi sebuah sajian data yang dapat disimpulkan dan dimaknai.
Analisis data kuantitatif dan kualitatif merupakan topik yang biasa dilakukan dalam metode penelitian lanjut dan evaluasi. Ada beberapa hal mendasar yang perlu dipertimbangkan evaluator/peneliti yang bias membantu dalam memaknai setumpuk data, yaitu sebagai berikut.

B. Awali dengan Tujuan Evaluasi

Ketika menganalisis data (apakah dari tes, kuesioner, wawancara, atau lainnya), selalu harus diawali dengan meninjau ulang tujuan evaluasi. Ini akan memudahkan kita dalam menyusun data dan memfokuskan analisis. Misalnya, bila kita bertujuan untuk meningkatkan program dengan cara mengenali kekuatan dan kelemahan program yang sedang dievaluasi maka kita bisa menyusun data dalam kekuatan program, kelemahan, dan saran untuk meningkatkan kualitas program. Jika kita menghendaki pemahaman menyeluruh mengenai bagaimana program berjalan, kita bisa menyusun data dalam susunan kronologis apa yang dilakukan klien kita yang dievaluasi. Jika kita ingin melakukan evaluasi dampak program, kita bisa menggolongkan data berdasar pada indikator setiap dampak.



BAB II
ANALISIS DATA DALAM EVALUASI PENDIDIKAN

Dalam penelitian data di bagi dua yaitu data kuantitatif dan kualitatif, dengan kedua jenis ini kemudian data diolah. Jenis pertama terkait dengan statistika sedangkan yang kedua sebaliknya atau nonstatistika. Dalam menganalisis dan mengolah data kuantitatif hendaknya dilakukan dengan tabulasi data. Tabulasi merupakan coding sheet untuk memudahkan peneliti dalam mengolah dan menganalisis data. Karena memahami secara tabulasi lebih mudah dibandingkan dengan bentuk uraian narasi yang panjang.
Analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara, Pertama. Statistik Deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Kedua, Statistik Inferensial yaitu mencakup metode-metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data dan akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data tersebut. Statistik ini juga disebut dengan statistik parametrik berlaku untuk data interval atau rasional jika datanya normal. Dan apabila datanya tidak normal serta berbentuk ordinal atau nominal, maka jenis statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik.
Tidak semua data dilapangan berbentuk simbol-simbol yang bisa dikuantifikasi dan dihitung secara matematis. Ada kalanya datanya abstrak yang tidak dapat dimanipulasi menjadi numerik sehingga data jenis ini hanya dapat dilakukan dengan analisis kualitatif.
Kegiatan dalam menganalisis data kualitaitif dapat melalui tahapan-tahapan berikut :
1. Dengan mereduksi/menyiangi data
2. Display data
3. Menafsirkan data
4. Menyimpulkan dan verifikasi
5. Meningkatkan keabsahan hasil
6. Narasi hasil analisis.


A. TABULASI DATA
Istilah “tabulasi” dapat diartikan “menyusun menjadi tabel”. Pengertian lain, tabulasi adalah pengolahan atau pemrosesan hingga menjadi tabel.
Tabulasi merupakan coding sheet yang memudahkan peneliti dalam mengolah dan menganalisis, baik secara manual maupun komputer. Tabulasi ini berisikan variabel – variabel objek yang akan diteliti dan angka – angka sebagai simbolisasi (label) dari kategori berdasarkan variabel – variabel yang diteliti.
Data mentah yang diperoleh dari lapangan akan bervariasi, tergantung pada alat pengumpul data yang digunakan oleh evaluator, yaitu sebagai berikut.
1. Data yang diperoleh dengan menggunakan angket maka data yang diperoleh berupa centangan atau tanda check list (√) pada pilihan – pilihan, lingkaran – lingkaran pada angka atau huruf yang disediakan dalam instrumen, atau kalimat – kalimat jawaban yang sifatnya kualitatif.
2. Data yang diperoleh dengan wawancara, wujud data yang diperoleh berbentuk centangan, lingkaran, dan kalimat jawaban yang diberikan oleh responden dan dicatat oleh petugas pengumpul data.
3. Data yang diperoleh dengan observasi maka wujud data yang diperoleh berbentuk centangan, lingkaran, dan kalimat – kalimat catatan petugas.
4. Data yang diperoleh dengan menggunakan dokumentasi berupa angka – angka atau simbol – simbol yang menunjuk peringkat kondisi objek yang ditelaah.
5. Data yang diperoleh dengan tes atau inventori berupa angka – angka yang menunjukkan skor nilai.

Dari kelima bentuk data yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis data bisa digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu
1. Nilai jadi, berupa nilai angka yang dibuat dari interpretasi kriteria dan tes;
2. Kode – kode atau simbol – simbol yang bisa berupa tanda centang dan lingkaran, atau memberikan tanda silang pada pilihan – pilihan;
3. Informasi dalam bentuk paparan kalimat yang memuat data kuantitatif dan kualitatif.

Adapun komponen identitas responden terdiri atas indikator :
1. Golongan / ruang,
2. Jenis kelamin
3. Jenis sekolah,
4. Umur,
5. Pendidikan terakhir, dan
6. Intensitas kursus sejenis yang pernah diikuti.

Komponen persepsi peserta tentang penyelenggaraan pelatihan terdiri atas indikator :
1. Persepsi tentang materi :
a. Pemahaman materi
b. Kebaruan materi
c. Struktur materi
2. Persepsi tentang evaluasi :
a. Penguasaan materi
b. Penggunaan metode yang menyenangkan
3. Persepsi tentang evaluasi
a. Relevansi tes hasil belajar
b. Pemahaman soal tes.

Untuk memudahkan pengolahan, kategori – kategori dari indikator komponen/ variabel harus diberi label/kode dalam bentuk angka. Berhubungan pilihan – pilihan dalam instrumen diatas tidak seragam berwujud nominal, interval, ataupun ordinal, tetapi bercampur – campur maka harus menyeragamkannya dalam bentuk yang sama dan harus tetap bisa diolah dengan mudah. Artinya, harus dilakukan manipulasi atas indikator – indikator tersebut dengan menggunakan kode/label. Cara termudah adalah melabelnya dengan angka.
Data yang bersifat kualitatif disebut dengan istilah “data narasi”. Dalam pembahasan kali ini, cara mengolah data narasi akan dibedakan dalam dua bentuk, yaitu
1) data narasi berpotensi tabulasi, dan
2) data narasi nontabulasi


1. Data Narasi Berpotensi Tabulasi
Data jenis ini mengacu pada jawaban responden yang tingkat kemunculannya tinggi, artinya jawaban yang sering muncul karena diminati oleh responden.
2. Data Narasi Nontabulasi
Data narasi nontabulasi adalah data yang berwujud kalimat atau uraian yang sangat individual dan unik karena merupakan pendapat responden secara perseorangan.


B. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data bisa dilakukan dengan bantuan statistik dan nonstatistik. Namun, ada beberapa hal yang harus dicatat, yakni bahwa evaluator harus jeli melihat rumus – rumus statistik yang tepat dengan karakteristik data yang dimiliki dan tujuan dilakukannya evaluasi. Jika salah dalam menggunakan rumus statistik maka kualitas solusi yang akan dihasilkan pun tidak akan menjawab permasalahan.
Berkaitan dengan pentingnya statistik bagi evaluasi program pendidikan, Walpole (1995 : 2) menyatakan bahwa metode statistik adalah prosedur – prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian, analisis, dan penafsiran data. Lebih lanjut, ia membagi metode statistik ke dalam dua golongan besar, statistik deskriptif dan statistik inferensial.

1. Analisis Data Kuantitatif
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya untuk melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Statistik jenis ini memberikan cara untuk mengurangi jumlah data ke dalam bentuk yang dapat diolah dan menggambarkannya dengan tepat mengenai rata –rata, perbedaan, hubungan, dan sebagainya.

1) Distribusi Frekuensi
Salah satu hal pertama yang dapat dilakukan agar data mudah dipahami adalah menyusunnya ke dalam sebaran frekuensi (distribusif rekuensi), satu distribusi untuk tiap set data variabel. Distribusif rekuensi mampu menyingkatkan data yang sangat banyak sehingga dapat dicermati secara detail.

2) Frekuensi Relatif dan Kumulatif
Frekuensi kategori variabel ada dua jenis, relatif dan kumulatif. Frekuensi relatif adalah banyaknya kategori yang muncul yang dilihat secara sendiri - sendiri, terlepas dari kategori yang lain.
Sedangkan frekuensi kumulatif dalam bentuk persentase sangat berguna untuk melihat keberadaan kategori secara individual dalam distribusi keseluruhan. Persentase nilai f kumulatif menggambarkan presentase kasus yang dimaksud atau yang dibawahnya.


Tampilan Grafis Data

Penggunaan bagan (chart) dan grafik (graph) atau juga disebut diagram sering digunakan secara bergantian.Sedangkan grafik merupakan representasi visual dari data numerik yang menunjukkan distribusi data menyatakan hubungan antara variabel-variabel dalam data.
Alasan utama dalam penggunaan grafik adalah untuk menampilkan informasi secara komparatif dan kuantitatif secara cepat dan mudah. Grafik yang baik haruslah mudah dibaca dan tidak njelimet (rumit).

Diagram Batang (Bar Graph)
Diagram batang biasanya disusun secara vertikal dan digunakan untuk rnenampilkan distribusi frekuensi untuk variabel tingkat nominal.

Diagram Histogram
Histogram dibangun oleh baris-baris yang lebarnya saling bersinggungan antara interval kategori variabel dan tingginya menyatakan frekuensi. Histogram sangat tepat untuk mengukur variabel yang ukurannya ordinal, interval, atau rasio.
Diagram Poligon Frekuensi
Cara lain untuk menggambarkan bagaimana data didistribusikan adalah dengan menampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk poligon frekuensi. Poligon adalah gambar geometris yang dbuat dengan cara menghubungkan titik-titik tengah dari tiap kotak di bagian atas pada histogram. Poligon frekuensi merupakan diagram yang dibangun dari data yang sedemikian rupa dan digambarkan dengan grafis. Sebenarnya poligon ini hampir mirip dengan histogram.

Mode atau Modus
Modus distribusi adalah nilai atau skor pada tabel distribusi yang frekuensi kemunculannya tinggi.

Median
Median merupakan indeks dari kecenderungan terpusat (central tendency), jika sebuah angka menempati posisi tengah dalam tiap distribusi yang telah diurutkan.

Mean (Rata-Rata)
Untuk mengetahui rata-rata dari berapa kali para peserta pernah mengikuti pelatihan/kursus dengan materi yang sejenis.

Standar Deviasi
Apabila penyimpangan rata-rata didasarkan pada konsep penyimpangan absolut dari beberapa norma maka penyimpangan standar (standard deviation) didasarkan pada konsep penyimpangan yang diakarkan dari rata-rata.Satndar deviasi biasanya disingkat SD. Selain itu, juga akan ditemukan simbol-simbol lainnya, tentang deviasi standari ni, misalnya (dibaca sigma) atau s.

Statistik Inferensial
Statistik inferensial mencakup metode-metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data, dan akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data tersebut. Bagi yang sebaran datanya normal, statistik inferensi ini disebut dengan statistik parametrik. Selain datanya normal, statistik parametrik ini juga berlaku untuk data interval atau rasio. Sedangkan jika datanya tidak normal serta berbentuk ordinal dan nominal, jenis statistik yang digunakan dalam statistik inferensial adalah statistik nonparametrik.

1. Statistik Parametik
Teknik statistik parametik meliputi : 1) t-test untuk kelompok bebas, 2) t- test untuk pengukuran berulang/sampel berhubungan, 3) analisis varians faktor tunggal untuk kelompok bebas, 4) analisis varians faktor tunggal untuk pengukuran berulang, 5) analisis varians dua faktor untuk kelompok bebas, 6) korelasi product moment, dan 7) korelasi regresi linear.

T-test untuk kelompok bebas
Perbandingan rata-rata antara dua kelompok secara statistik belum tentu menggambarkan hubungan langsung. Jika terjadi perbedaan, belum tentu signifikan membedakan diantara kelompok tersebut.
T-test untuk Pengukuran Berulang
Untuk mencari adakah perbedaan penguasaan materi diantara peserta yang pernah mengikuti pelatihan serupa dengan tidak pernah mengikuti sama sekali, bisa digunakan t-test pengukuran berulang.
Korelasi Product Moment
Korelasi menunjuk pada suatu hubungan yang sistematis antara variabel-variabel. Hubungan yang terjadi pada variabel bisa negatif ataupun positif. Suatu hubungan dikatakan hubungan positif, jika suatu variabel meningkat maka variabel yang dihubunginya juga akan meningkat dan dikatakan hubungan negatif jika salah satu variabel menurun maka variabel yang dihubunginya akan meningkat.
Prosedur yang mengukur tingkat hibungan positif atau negatif antara variabel-variabel disebut teknik korelasional. Hasilnya, disebut koefisien korelasi. Korelasi product moment merupakan teknik pengukuran tingkat hubungan antara dua variabel yang datanya berskala interval atau rasio. Angka korelasinya disimbolkan dengan r.

2. Statistik Nonparametik
Untuk data yang sebarannya normal, digunakan statistik nonparametik. Teknik ini meliputi: 1) chi-square untuk data nominal, 2) tes binomial, 3) tes kendal tau, 4) tes mann-Whitney U, dan 5) tes Wilcoxon.

2. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif didapat dari upaya pengumpulan data dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data, seperti observasi (pengamatan), wawancara, diskusi kelompok terfokus, dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, analisis data kualitatif bertujuan pada proses penggalian makna, penggambaran, penjelasan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing. Uraian data jenis ini berupa kalimat-kalimat, bukan angka-angka atau tabel-tabel. Untuk itu, data yang diperoleh harus diorganisir dalam struktur yang mudah dipahami dan diuraikan.
Secara lebih lengkap kegiatan menganalisis data kualitatif meliputi tahapan berikut ini.
1. Menyiangi Data (Mereduksi Data). Data yang diperoleh dari lapangan disiangi. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah memilih dan memilah mana yang sesuai atau sekelompok dengan kelompok variabel atau penggolongan/kategori yang telah kita buat sebelumnya, yang jelas-jelas kategori atau variabel ini harus mengacu pada tujuan evaluasi program yang telah ditentukan
2. Display Data. Data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.
3. Menafsirkan Data. Dalam menafsirkan data, kita bisa menggunakan model Analisis konten. Dalam model ini kegiatan yang kita lakukan adalah mengklarifikasi istilah-istilah, tanda, simbol, atau kode yang dipakai dalam komunikasi, dengan menggunakan beberapa patokan dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis dalam memprediksikan.
4. Menyimpulkan dan Verifikasi. Data yang telah ditafsirkan kemudian disimpulkan. Untuk mengecek kebenaran dari apa yang telah kita tafsir dan simpulkan, kita lakukan verifikasi. Kegiatan ini mencocokkan kembali apakah penafsirannya sesuai, apakah perlu ada konfirmasi ulang pada sumber data atau informan, apakah perlu perbaikan format tafsiran atau perlu data pendukung untuk memperkuat.
5. Meningkatkan Keabsahan Hasil. Kegiatan ini adalah untuk menjawab kelemahan yang sering dialami oleh para ahli pendekatan kuantitatif, berkaitan dengan validitas dan rehabilitas data dalam pendekatan kualitatif. Untuk meningkatkan keabsahan hasil, upaya yang evalator lakukan atas hasil yang diperoleh, ada beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut.
Kredibilitas (Validitas Internal)
Untuk meningkatkan kredibilitas hasil yang diperoleh, evaluator harus :
 Meningkatkan kualitas keterlibatan dirinya dalam kegiatan pengumpulan data di lapangan, jangan hanya sekedar duduk di meja mendengarkan dan memeriksa berkas-berkas tertulis, atau mencermati gambar, model/ maket yang ada, atau artifak lainnya.
 Melakukan pengamatan secara terus menerus
 Melakukan trianggulasi, baik metode maupun sumber untuk mencek kebenaran data, yaitu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain. Hal ini dilakukan untuk mempertajam analisis evalator terhadap hubungan sejumlah data.
 Pelibatan para pakar metodologi dan/atau substansi program yang dievaluasi, untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses evaluasi.
 Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh, dalam bentuk rekaman, tulisan, kopian, dan lain-lain.
 Member check, pengecekan terhadap hasil yang diperoleh guna perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam memberikan data yang dibutuhkan evaluator.
Transferabilitas
Rekomendasi yang dihasilkan dapat diaplikasikan oleh lembaga pemakai. Kegiatan evaluasi ini bernilai tinggi apabila para pembaca laporan evaluasi memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus evaluasi.
Dependabilitas dan Conformabilitas
Dilakukan dengan audit trail berupa komunikasi dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi berkaitan dengan data yang harus dikumpulkan
6. Narasi Hasil Analisis. Pembahasan dalam evaluasi yang menggunakan pendekatan kualitatif dalam penggalian datanya, menyajikan informasi dalam bentuk teks tertulis atau bentuk-bentuk gambar mati atau hidup seperti foto, video, dan lain-lain. Dalam menarasikan data kualitatif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu 1) tentukan bentuk (form) yang akan digunakan dalam menarasikan data, 2) hubungkan bagaimana hasil yang berbentuk narasi itu menunjukan tipe/bentuk keluaran yang sudah didesain sebelumnya, dan 3) jelaskan bagaimana keluaran yang berupa narasi itu mengkomparasiakan antara teori dan literasi-literasi lainnya yang mendukung topik.




















C. PENGOLAHAN DATA DENGAN KOMPUTER
Proses perhitungan data bisa dilakukan secara manual dan komputer. Secara manual biasanya hanya dengan menggunakan bantuan kalkulator dan hanya efektif dilakukan untuk data yang jumlahnya sedikit. Tetapi bayangkan kalau kita akan mengevaluasi Program Pelatihan Calon Kepala Sekolah se-Indonesia, yang jumlahnya bisa mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu, mungkinkah digunakan perhitungan secara manual? Apalagi jika nvariabel yang diteliti banyak sekali dan kompleks. Tentu komputerlah yang menjadi satu-satunya pilihan. Ada banyak program aplikasi komputer yang bisa digunakan untuk membantu dalam melakukan perhitungan data evaluasi program.
Untuk pengolahan data kuantitatif, kita bisa menggunakan program komputer yang telah ada, misalnya SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Namun walaupun komputer sepertinya hebat, tetap saja hasil yang didapat akan tetap tergantung pada manusia sebagai pengendalinya. Komputer hanyalah alat, jika mengoperasikan atau memberikan intruksinya salah, atau datanya salah maka komputer tidak dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan tersebut. Artinya, jika terjadi kesalahan di awal atau ketika pengoperasian maka kesimpulan yang dihasilkan pun bisa salah.
SSPS pertama kali diluncurkan dengan versi 1.0-nya pada tahun 1968. waktu bertahan yang cukup lama, membuat program ini sudah sangat luas dikenal dan digunakan oleh semua kalangan dibidang penelitian sosial, termasuk dibidang pendidikan, khususnya manajemen pendidikan.
Dalam program ini, teknik statistik yang bisa kita temukan antara lain :
1) Statistik deskriptif, berisikan tabulasi silang, frekuensi, deskripsi, eksplorasi, statistik rasio deskriptif.
2) Statistik bivariat : mean, t-test, ANOVA, korelasi (bivariat, parsial, jarak), dan tes nonparametik.
3) Prediksi bagi out come numerik, regresi linear.
4) Prediksi mengenali kelompok : analisis faktor, analisis kluster (dua langkah, K-means, hierarkis), dan diskriminan.



BAB III
KESIMPULAN

Data yang diperoleh dari lapangan bisa berbentuk kualitatif dan kuantitatif, tergantung jenis data yang digali. Untuk mengolahnya, memerlukan teknik yang berbeda-beda. Untuk data kuantitatif biasanya menggunakan teknik statistika, sedangkan untuk data kualitatif menggunakan teknik analisais nonstatistika.
Dalam pengolahan data kuantitatif, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan tabulasi data. Cara ini akan sangat membantu dalam mengolah data yang didapat. Setelah data ditabulasi dalam coding sheet, barulah kita melakukan pengolahan data.
Teknik pengolahan dengan statistik, terbagi atas dua jenis, yaitu statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif adalah teknik pengolahan data yang tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa bermaksud membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diteliti. Sedangkan statistik inferensial adalah berupaya menganalisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data tersebut yang nantinya akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data itu. Statistik inferensial ini terbagi dalam dua jenis, parametik dan nonparametik. Statistik parametik berlaku bagi data yang sebarannya normal dan berbentuk interval atau rasio. Sedangkan nonparametik, berlaku bagi data yang sebarannya tidak normal dan berbentuk ordinal atau nominal.
Pengolahan data akan lebih mudah dilakukan jika menggunakan bantuan komputer. Dengan komputer hanya memasukan coding sheet lalu memprosesnya maka hasilnya akan diperoleh dengan cepat.









DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi, 2009 Evaluasi Program Pendidikan : pedoman teoritis praktis bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.















































Diajukan untuk
Memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan
Dosen Pembimbing Bpk Yusran Pasaribu S.Pd,


Disusun oleh :
1. Indri Listiyaningsih
2. Khoerudin
3. Leni
4. Sri Jayanti
5. Iwan

Minggu, 14 Februari 2010

lokasi

This is My Place !!! Tak Kenal Maka Tak Sayang: Panduan Membuat Blog Di blogspot.com

www.babakanwaru.blogspot.com

Profil desa ku

Profil Babakan Waru
Kp. Babakan Waru Desa Pabuaran Kecamatan Sukamakmur terletak di sekitar Bogor Timur Desa ini sangat tertinggal sekali baik di bidang pendidikan teknologi apalagi, karena di sini semua kegiatan masyarakat masih sangat tradisional. Bahkan ada beberapa siswa yang masih duduk di kelas 5 SD sudah punya pendamping hidup. Adat siti nurbaya di desa ini masih sangat melekat, kebanyakan dari mereka setelah lulus SD langsung menikah, saya pernah menanyakan “ Kenapa mereka tidak melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi ? “ Jawabannya : karena Faktor ekonomi,prinsip disini kalo perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi toh akhirnya nanti ke dapur-dapur juga. Memang rata-rata mata pencaharian disini petani, jadi ekonomi merupakan alas an yang paling utama, di desa ini tidak ada perusahaan kehidupan warga disini hanya bergantung hidup kepada lahan yang mereka garap.
Inilah gambar sebuah rumah warga yang berdiri di pinggir tebing.

Sungai yang sesekali meluluh lantahkan hasil panen penduduk

Beberapa gambar lingkungan di desa ini

Profil desa ku

Profil Babakan Waru
Kp. Babakan Waru Desa Pabuaran Kecamatan Sukamakmur terletak di sekitar Bogor Timur Desa ini sangat tertinggal sekali baik di bidang pendidikan teknologi apalagi, karena di sini semua kegiatan masyarakat masih sangat tradisional. Bahkan ada beberapa siswa yang masih duduk di kelas 5 SD sudah punya pendamping hidup. Adat siti nurbaya di desa ini masih sangat melekat, kebanyakan dari mereka setelah lulus SD langsung menikah, saya pernah menanyakan “ Kenapa mereka tidak melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi ? “ Jawabannya : karena Faktor ekonomi,prinsip disini kalo perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi toh akhirnya nanti ke dapur-dapur juga. Memang rata-rata mata pencaharian disini petani, jadi ekonomi merupakan alas an yang paling utama, di desa ini tidak ada perusahaan kehidupan warga disini hanya bergantung hidup kepada lahan yang mereka garap.
Inilah gambar sebuah rumah warga yang berdiri di pinggir tebing.

Sungai yang sesekali meluluh lantahkan hasil panen penduduk

Beberapa gambar lingkungan di desa ini